RIAU24JAM.COM – Presiden Jokowi telah mencabut sebagian lampiran Peraturan Presiden (Perpres) No 10 tahun 2021tentang bidang usaha penanaman modal khusus yang mengatur soal investasi minuman beralkohol. Perpres ini mengundang kontroversi dan protes masyarakat hingga organisasi keagamaan seperti MUI, NU, Muhammadiyah dan lainnya.
“…saya putuskan lampiran Perpres pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol dicabut,” kata Jokowi dalam konpers pada tayangan YouTube di Istana, Jakarta, Selasa (2/3).
Perpres ini adalah untuk melaksanakan ketentuan pasal 77 dan pasal 185 huruf b Undang-Undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker), yang ujung-ujungnya untuk penciptaan lapangan kerja.
Perpres dan lampirannya memang diundangkan pada 2 Februari 2021, dan berlaku 30 hari setelahnya. Pada 24 Februari 2021, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia melakukan sosialisasi soal Perpres ini.
Siapa ‘dalang’ adanya ketentuan miras dalam Perpres ini?
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan latar belakang itu atas dasar masukan dari pemerintah daerah dan tokoh masyarakat setempat dengan mempertimbangkan kearifan lokal.
“Jadi dasar pertimbangannya [investasi miras] itu adalah memerhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal,” kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/3/2021).
Misalnya di NTT ada yang namanya sopi, minuman yang didapatkan lewat proses pertanian masyarakat.
“Nah di masyarakat tersebutlah kemudian mereka mengelola, bahkan di sana sebagian kelompok masyarakat itu menjadi tradisi. Tetapi itu kan tidak bisa dimanfaatkan karena dilarang. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan juga bisa diolah untuk produk ekspor maka itu dilakukan,” kata Ketua HIPMI 2015-2019 ini.
Adapun di Bali, ada juga arak lokal yang berkualitas ekspor sehingga izin investasi miras dibuka juga untuk Bali.
“Itu akan ekonomis kalau itu dibangun berbentuk industri. Tapi kalau dibangun sedikit-sedikit apalagi itu dilarang maka tidak mempunyai nilai ekonomi. Itulah kemudian kenapa dikatakan bahwa memperhatikan budaya dan kearifan setempat,” jelasnya.
Dia pun menegaskan bahwa pihaknya memahami kalangan dunia usaha menginginkan agar investasi miras tetap dilanjutkan. Hanya saja, atas pertimbangan berbagai kalangan, Presiden Jokowi memutuskan untuk tetap menutup pintu investasi miras demi kepentingan yang lebih besar.
“Saya juga memahami kepada teman-teman dunia usaha yang menginginkan agar (investasi miras) ini tetap dilanjutkan. Kita harus bijak melihat mana kepentingan negara yang lebih besar. Apalagi kita semua umat beragama dan sudah barang tentu tahu ajaran kita untuk kebaikan,” katanya.
Bahlil mengakui memang telah terjadi banyak perdebatan soal investasi miras sebelum pemerintah membuka izin investasi miras dan minuman beralkohol di Indonesia.
Investasi miras hanya salah satu bagian pada Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu. Namun baru saja, Presiden Jokowi akhirnya mencabut lampiran tentang investasi miras tersebut yang bakal berlaku 4 Maret 2021.
“Kami memahami secara baik, bahwa proses penyusunan ini melalui perdebatan yang panjang dan diskusi komprehensif dengan tetap memperhatikan pelaku-pelaku usaha dan pikiran-pikiran tokoh-tokoh agama, masyarakat, dan pemuda,” jelas Bahlil.
Bahlil mengklaim, proses pembuatan Perpres dan Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sudah sangat terbuka sekali.
“Kami buka posko dan website untuk memberikan masukan. Jadi tiap draf PP atau Perpres sudah dibuka di umum. […] Jadi komunikasi sudah dilakukan, namun kami memahami komunikasi belum terlalu detail, sehingga bisa seperti ini (jadi kontroversi),” tuturnya.
“Apakah sudah dikomunikasikan sejak awal? sudah. Tapi yang namanya juga manusia pasti ada yang dilupa-lupa, tapi kita sudah perbaiki untuk kebaikan bangsa di seluruh Indonesia dari Aceh sampai Papua,” kata Bahlil melanjutkan.
“Atas perintah Bapak Presiden kepada Mensesneg dan diteruskan kepada kami (BKPM) yang sudah disampaikan oleh Bapak Presiden bahwa khususnya (investasi miras) ini dicabut,” kata Bahlil.
Mengenai Perdagangan Eceran Minuman Keras atau Beralkohol pada poin 44 Lampiran III Perpres 10/2021 masih berlaku. Hal ini menegaskan bahwa peredaran minuman beralkohol tetap dibatasi, di tengah pencabutan aturan izin berinvestasi di sektor usaha ini.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan pada poin 44 tersebut adalah tentang perdagangan dan hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.
“(Dalam aturan itu) hanya bisa dan jual alkohol pada tempat-tempat khusus seperti di hotel-hotel dan tempat pariwisata. Tidak boleh masuk di mal-mal,” jelas Bahlil dalam konferensi pers, Selasa (2/3/2021).
Bahlil kemudian menegaskan, antara poin 31-33 dengan poin 44 dalam Lampiran III Perpres 10/2021 adalah dua hal berbeda. Pada poin 31-33 adalah proses produksi dan pada poin 44 adalah tempat untuk melakukan proses penjualan. “Itu nggak ada korelasinya,” imbuhnya.
Seperti diketahui, dalam Peraturan Menteri Perdagangan dijelaskan bahwa minuman beralkohol dikelompokkan menjadi tiga golongan:
a. Minuman beralkohol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai 5% (bir).
b. Minuman beralkohol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% sampai dengan 20%.
c. Minuman beralkohol golongan C adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20% sampai 55%.
Penjualan minuman beralkohol untuk diminum langsung di tempat hanya dapat dijual di hotel, restoran, bar sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan dan; tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Provinsi Khusus Ibukota Jakarta.
Kemudian, penjualan minuman beralkohol secara eceran hanya dapat dijual oleh pengecer pada Toko Bebas Bea (TBB) dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Provinsi Khusus Ibukota Jakarta.
Minuman beralkohol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer seperti minimarket, supermarket, hypermarket atau toko pengecer lainnya. Pun penjualan minuman beralkohol hanya boleh diberikan kepada konsumen yang telah berusia 21 tahun atau lebih dengan menunjukkan kartu identitas kepada petugas atau pramuniaga. (hoi/hoi)
Sumber : CNBC Indonesia
Kolom Komentar post